23.5.13

Dari Halaman Dukuh Paruk

Angin tenggara bertiup. Kering. Pucuk-pucuk pohon di pedukuhan sempit itu bergoyang. Daun kuning serta ranting kering jatuh. Gemerisik rumpun bambu.
Berderit baling-balung bambu yang dipasang anak gembala di tepian Dukuh Paruk. Layang-layang yang terbuat dari daun gadung meluncur naik.
Kicau beranjangan mendaulat kelengangan langit di alam Dukuh Paruk.
Udara panas berbulan-bulan mengeringkan berjeis biji-bijian. Buah randu telah menghitam kulitnya, pecah menjadi tiga juring. Bersama tiupan angin terburai gumpalan-gumpalan kapuk.
Setiap gumpal kapuk mengandung biji masak yang siap tumbuh pada tempat ia hinggap di bumi. Demikian kearifan alam mengatur agar pohon randu baru tidak tumbuh berdekatan dengan biangnya.
Pohon dadap memilih cara yang hampir sama penyebaran jenisnya.
Biji dadap yang telah tua menggunakan kulit polongnya untuk terbang sebagai baling-baling. Bila angin berhembus, tampak seperti ratusan kupu terbang menuruti arah angin menginggalkan pohon dadap.
Kalau tidak terganggu oleh anak-anak Dukuh Paruk, biji dadap itu akan tumbuh di tempat yang jauh dari induknya. Begitu perintah alam.

Mandalawangi - Pangrango

Senja ini, ketika matahari turun kedalam jurang jurangmu
Aku datang kembali
Kedalam ribaanmu, dalam sepimu dan dalam dinginmu


Walaupun setiap orang berbicara tentang manfaat dan guna
Aku bicara padamu tentang cinta dan keindahan
Dan aku terima kau dalam keberadaanmu
Seperti kau terima daku


Aku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepi
Sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada
Hutanmu adalah misteri segala
Cintamu dan cintaku adalah kebisuan semesta


Malam itu ketika dingin dan kebisuan menyelimuti Mandalawangi
Kau datang kembali
Dan bicara padaku tentang kehampaan semua


Hidup adalah soal keberanian, menghadapi yang tanda tanya
Tanpa kita mengerti,
Tanpa kita bisa menawar
Terimalah dan hadapilah


Dan antara ransel ransel kosong dan api unggun yang membara
Aku terima ini semua
Melampaui batas batas hutanmu, melampaui batas batas jurangmu


Aku cinta padamu Pangrango
Karena aku cinta pada keberanian hidup

Jakarta 19-7-1966

Puisi Soe Hok Gie