Angin tenggara bertiup. Kering. Pucuk-pucuk pohon di pedukuhan sempit
itu bergoyang. Daun kuning serta ranting kering jatuh. Gemerisik rumpun
bambu.
Berderit baling-balung bambu yang dipasang anak gembala di
tepian Dukuh Paruk. Layang-layang yang terbuat dari daun gadung meluncur
naik.
Kicau beranjangan mendaulat kelengangan langit di alam Dukuh Paruk.
Udara
panas berbulan-bulan mengeringkan berjeis biji-bijian. Buah randu telah
menghitam kulitnya, pecah menjadi tiga juring. Bersama tiupan angin
terburai gumpalan-gumpalan kapuk.
Setiap gumpal kapuk mengandung biji
masak yang siap tumbuh pada tempat ia hinggap di bumi. Demikian
kearifan alam mengatur agar pohon randu baru tidak tumbuh berdekatan
dengan biangnya.
Pohon dadap memilih cara yang hampir sama penyebaran jenisnya.
Biji
dadap yang telah tua menggunakan kulit polongnya untuk terbang sebagai
baling-baling. Bila angin berhembus, tampak seperti ratusan kupu terbang
menuruti arah angin menginggalkan pohon dadap.
Kalau tidak
terganggu oleh anak-anak Dukuh Paruk, biji dadap itu akan tumbuh di
tempat yang jauh dari induknya. Begitu perintah alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar