Selalu memilukan saat mata menjatuhkan pandangan pada pedagang tua yang menjajakan dagangannya. Siang hari seringkali ku melihat seorang kakek penjual buah memikul dagangannya dengan peluh di seluruh tubuhnya serta rasa letih yang terpahat jelas diwajahnya, Ia berjalan tanpa mengenakan alas kaki. Kaki yang bertelanjang dijilati panasnya aspal jalanan. Kemudian ku alihkan pandangan ke arah lain dan ku melihat seorang nenek penjual kue basah yang sedang yang duduk termangu di bawah bayangan pohon yang rimbun dipinggir jalan menunggui dagangannya yang sepi pembeli. Sore hari ku melihat laki-laki paruh baya penjual dinding bambu sedang beristirahat di samping barang dagangannya yang belum banyak terjual dan mungkin hari ini tidak ada yang terjual. Malam hari aku masih mendengar penjual roti menawarkan roti-rotinya dengan terompet yang khas dibwah rintik-rintik hujan. Tidak banyak yang bisa ku lakukan saat berpapasan dengan pedangan-pedagang tersebut, selain ku membeli barang dagangannya saat ku punya rezeki lebih.
Sepertinya gemerlap kota Jakarta sinarnya hanya bisa dijamah hanya sebagian penduduknya. Yang tidak terkena sinarnya masih tetap gelap, walaupun masih dalam tema kota.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar